Dorong Ekspor Kopi, KJRI Guangzhou Rumuskan Strategi Dagang

By Admin

nusakini.com--Delapan pelaku usaha kopi Indonesia di Tiongkok bertemu dan berdiskusi mendalam tentang berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia ke Tiongkok. Pertemuan berupa Focus Group Discussion (FGD) tersebut diselenggarakan atas inisiatif Konsulat Jenderal RI di Guangzhou bekerja sama dengan South China Indonesia Business Association (SCIBA) dengan tema “Kerja Bersama Tingkatkan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiongkok," di China Hotel, Guangzhou, provinsi Guangdong, Tiongkok belum lama ini.

Para pelaku usaha tersebut berasal dari Guangzhou, Shanghai dan Hong Kong dengan sebagian di antaranya merupakan warga negara Tiongkok. Selain pelaku usaha, juga berpartisipasi perwakilan dari Specialty Coffee Association Indonesia (SCAI). 

Dalam sambutannya, Konsul Jenderal RI di Guangzhou, Ratu Silvy Gayatri menyampaikan tujuan dari FGD yaitu untuk memperoleh masukan dari para pelaku usaha mengenai langkah-langkah apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat lebih efektif lagi mendorong peningkatan nilai ekspor kopi Indonesia ke Tiongkok. 

Pada Januari-September 2017, Tiongkok mengimpor kopi dari Indonesia senilai US$34,1 juta. Dengan nilai ekspor tersebut, Indonesia berada di peringkat kedua di bawah Vietnam yang mencapai nilai perdagangan kopi sebesar US$368,8 juta (sumber: Bea Cukai Tiongkok). 

Konjen menyampaikan setidaknya terdapat empat alasan mengapa produk kopi menjadi fokus utama diskusi. 

Pertama, kopi merupakan salah satu produk unggulan Indonesia yang sangat kompetitif. Bersama Brasil, Vietnam dan Kolombia, Indonesia merupakan satu dari empat negara penghasil kopi terbesar di dunia. 

Kedua, Pertumbuhan konsumsi per kapita kopi di RRT terus meningkat antara 15 s.d. 30 persen per tahun. Sementara, peningkatan konsumsi kopi rata-rata di dunia hanya 2.3 % per tahun. Berdasarkan catatan KJRI, pada tahun 2020 nilai industri kopi di Tiongkok juga akan mencapai RMB300 milyar atau sekitar Rp600 trilyun. 

Ketiga, terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat Tiongkok, di mana generasi muda Tiongkok semakin menggemari kopi sebagai gaya hidup baru yang dinilai modern. 

Keempat,produksi kopi domestik Tiongkok yang berpusat di Yunan dan Hainan tidak mampu memenuhi pertumbuhan permintaan kopi domestik sehingga impor kopi menjadi pilihan utama. 

“Kami yakin bahwa peluang tersebut hanya dapat diperoleh manfaatnya secara maksimal jika pemerintah sebagai fasilitator dan pelaku usaha kopi dapat saling bersinergi dan bekerja sama," pungkas Konjen RI. 

Ketua SCIBA, Tjin Pek Yan menyampaikan bahwa untuk mencapai hasil maksimal ekspor kopi ke Tiongkok, Indonesia perlu fokus kopi Arabika, specialty coffee dan origin coffee mengingat petani di Indonesia memiliki lahan perkebunan kopi yang relatif kecil, sekitar 1-2 hektare. Padahal, sambung pengusaha asal Bandung yang sudah 17 tahun berbisnis di Tiongkok ini, negara-negara lain seperti Vietnam, Brasil dan Kolombia memiliki perkebunan yang jauh lebih luas yang dikelola dalam skala industri besar. 

“Kita perlu lebih fokus menjual produk kopi berkualitas yang bisa dijual dengan harga premium. Kopi asal Panama misalnya. Dengan fokus menjual kopi kelas premium, harga per pound di Tiongkok bisa mencapai US$20, sementara kopi dari Indonesia sekitar US$2," jelas Pek Yan. 

Ketua Pembina SCAI, Delima Hasri Darmawan, menyampaikan agar trader, roaster dan petani dapat bekerja sama untuk menghasilkan produk kopi yang berkualitas. 

“Oleh karena itu, trader dan roaster harus turun ke bawah untuk membina dan membimbing para petani agar kualitas kopi terjaga," papar Delima. 

Jason, warga RRT yang merupakan importir kopi Indonesia menyarankan agar Indonesia juga dapat mendorong ekspor kopi jenis robusta berupa produk turunan, seperti kopi kalengan dan sachet. Menurutnya, jika Indonesia menjual kopi Robusta dalam bentuk green bean ke Tiongkok, akan sangat sulit bersaing dengan Vietnam yang mampu menjual kopi jenis serupa dengan harga yang jauh lebih murah. 

Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari pertemuan yaitu agar para pelaku usaha kopi Indonesia lebih giat lagi melakukan promosi ke Tiongkok. Untuk itu, para pelaku usaha perlu bersinergi dalam keikutsertaan pada pameran yang relevan dan terbaik di Tiongkok dengan secara kolektif bergabung pada Indonesia Pavilion khusus kopi.(p/ab)